Sinta Tantra
Sinta Tantra, Seniman Bali yang Karyanya Memenuhi Ruang Publik Inggris
Sejumlah seniman asal Indonesia telah sejak lama membawa harum nama bangsa melalui karya-karya mereka yang diakui di dunia Internasional. Seniman visual kelahiran Bali, Sinta Tantra, merupakan salah satu yang berhasil unjuk kemampuan di level global.
Kini karya-karya Sinta telah menghiasi banyak ruang publik di Inggris, Perancis, juga Amerika Serikat. Pada awal kariernya sebagai seniman, dia memang lebih dulu berkarya di luar negeri. Perempuan yang kini menetap di London itu menorehkan karya pertamanya di Inggris.
Di sana, karya seniman yang mendapat sejumlah penghargaan ini terpampang di jembatan 300 meter di daerah Canary Wharf, acara Liverpool Biennial, stasiun kereta bawah tanah London, serta sejumlah universitas.
Lewat instalasi tiga dimensi, dia pernah membuat jembatan yang membentang di atas Sungai Thames, London, tampak indah dengan sentuhan warna-warni lukisannya. Ketika itu dirinya membuat mural di Canary Wharf Bridge di London dalam rangka Olimpiade London 2012.
Mural berpola geometris dengan warna-warni yang vibran sepanjang 300 meter tersebut, menghiasi dinding samping jembatan sehingga membuat namanya kian diperbincangkan di Inggris dan daratan Eropa. Melalui karya itu, dia pun perlahan mulai dilirik oleh pecinta seni Tanah Air.
Tak berhenti di sana, Sinta juga menorehkan warna-warni Bali di kota pesisir Inggris, Folkstone. Pusat pendidikan di kota pesisir Inggris itu menjadikan karya Sinta sebagai bagian permanen dari Folkstone Triennial yang berlangsung dua bulan sampai November 2017.
Melalui tangannya, Sinta membuat mural di gedung The Cube dengan sentuhan warna cerah. Bangunan itu terletak di persimpangan jalan kota yang sempat menjadi tujuan liburan orang-orang Inggris dan Eropa pada era 1950-an. Warna yang digunakan untuk The Cube terinspirasi poster pada 1947 yang dilihat Sinta.
Sinta menuturkan bahwa latar belakangnya berandil besar dalam melahirkan karya-karya visual. Sebagai orang asli Bali, dia mengaku selalu gembira sehingga perasaan ini tercermin dari dominasi warna cerah dan warna-warna tropis pada karyanya. Bahkan, orang pernah mengatakan bahwa karyanya membuat mereka senang.
Dia menilai perasaan senang tersebut muncul karena mereka bisa melihat kebahagiaan dalam warna dan geometri. Setiap lukisan, lanjut dia memiliki ciri khas berbeda dan dia ingin membuat sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati. Selain itu, Sinta juga mengaku sebagai orang yang optimistik, seperti terlihat dalam karya-karyanya.
Hingga kini, Sinta juga masih sibuk mengerjakan berbagai karya seni untuk publik maupun pameran di berbagai negara. Seni publik yang sudah ia kerjakan juga dipajang di Bristol Royal Children’s Hospital, Canterbury Christ Church University, hingga London Borough of Camden. Karyanya di luar Inggris termasuk mewarnai lapangan sekitar 3.300 meter persegi di kota Songdo, Korea Selatan, dan juga pameran di Hong Kong.
Dalam sebuah wawancara dengan Majalah Bazaar, dia mengungkapkan bahwa di London masih ada banyak stereotype yang dikaitkan pada seniman wanita asal Asia, termasuk dirinya.
Ketika dia masih bersekolah, banyak orang yang mengira karyanya merupakan lukisan feminin yang berukuran kecil. Mereka juga mengira dirinya akan menghasilkan gambar-gambar yang lucu.
Oleh karena itu, dia konsisten dengan gaya lukisan yang abstrak dan sangat berstruktur. Hal ini dia lakukan dalam upaya untuk menghapuskan stereotype tersebut.
Pameran tunggal di Indonesia
Pada November 2017, Sinta pulang ke Indonesia untuk menggelar pameran tunggal pertamanya di Jakarta yang berjudul “A House in Bali”. Sebelumnya, dia selalu berpartisipasi membawa beberapa karya dalam pameran seni.
Kali itu, dia mengatakan karyanya terinspirasi dari buku karya Colin McPhee, seorang komposer asal Kanada yang pada tahun 1946 menulis buku A House in Bali. Buku tersebut bercerita mengenai perjalanan Colin ke Bali ketika dia ingin mencari tahu lebih banyak tentang gamelan Bali.
Usai mengunjungi Bali, Colin kembali ke negara asalnya dan berusaha menggabungkan gamelan Bali dengan musik barat yang merupakan akar ilmunya. Perpaduan itu menghasilkan sebuah karya musik yang ‘tidak biasa’. Cita rasa ini kemudian dimasukkan ke dalam karya Sinta.
Ketika ditanya apa yang ingin disampaikan pada audiens, Sinta menjawab bahwa dia membebaskan karyanya untuk diterjemahkan oleh orang yang menyaksikan.
Dia ingin agar orang-orang yang menikmati hasil karyanya bisa menciptakan sendiri narasi dari karyanya. Bagi Sinta, karya seninya tak selalu menceritakan narasinya sendiri, tapi juga orang-orang yang menikmati karyanya.
***