Deklarasi Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia Dukung Pengesahan Omnibus Law
PUAN.CO.ID– Sulitnya mengantongi surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP) dari organisasi profesi menjadi salah satu dugaan kurangnya jumlah tenaga dokter. Tanpa mengantongi itu semua, maka dokter tidak akan bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Melihat keprihatinan itu, sejumlah dokter mendirikan organisasi Forum Dokter Pejuang STR dan Diaspora (Forum Dokter Susah Praktik) sebagai bentuk perjuangan terhadap nasib mereka.
Tak hanya dokter, tenaga farmasi dan perawat juga menghadapi persoalan serupa. Kesulitan untuk mendapat pengakuan kompetensi dari organisasi profesi membuat banyak lulusan yang tidak bisa segera menerapkan ilmu yang didapat.
Oleh karena itu, kehadiran RUU Kesehatan (Omnibus Law) mendapat dukungan dari sembilan organisasi yang tergabung dalam Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI). Koalisi ini terdiri dari PDSI (Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia), PASI (Perkumpulan Apoteker Seluruh Indonesia), Farmasis Indonesia Bersatu (FIB), Forum Dokter Pejuang STR, Diaspora (Forum Dokter Susah Praktik), Tim Pemerhati Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Indonesia, Lembaga Pemerhati Perawat Indonesia (LPPI), Masyarakat Farmasi Indonesia (MFI), dan KAMPAK (Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Kuat).
Sembilan organisasi kesehatan ini mendeklarasikan Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia yang mendukung penuh keberadaan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan. Sebab, keberadaan UU Kesehatan dibutuhkan untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Berikut tiga poin isi deklarasi Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia. Pertama, Mengutamakan kepentingan pasien di atas kepentingan profesi dan organisasi dengan prinsip multiorganisasi asosiasi profesi.
Kedua, dukungan pengesahan RUU Kesehatan (omnibuslaw) sesuai praktik global yang memberlakukan STR seumur hidup dengan menghapus rekomendasi SIP oleh organisasi profesi, pengawasan kolegium oleh konsil, serta seleksi independen calon anggota konsil.
Ketiga, demi meningkatkan kesejahteraan para dokter dan masyarakat. Organisasi Tenaga Kesehatan tidaklah tunggal sehingga tenaga kesehatan dapat memilih organisasi yang terbaik demi tercapainya pelayanan dan kesehatan masyarakat.
RUU Kesehatan (Omnibus Law) diharapkan bisa menjadi jawaban akan kesulitan yang dihadapi tenaga kesehatan, terutama berkaitan dengan penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) oleh organisasi profesi.
STR Seumur Hidup
Juru bicara KTKI dr. Erfen Gustiawan menyatakan dukungannya kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar segera menerbitkan RUU Kesehatan (Omnibus Law) mengingat langkah ini selaras dengan perjuangan dokter dan tenaga kesehatan selama ini. Sesuai usulan di dalam RUU Kesehatan agar STR dibuat seumur hidup, seperti halnya KTP dan dihapuskannya SIP, yang hal ini juga dilakukan sejumlah negara lain, dengan tujuan meningkatkan pelayanan kesehatan.
Sementara itu, dalam deklarasinya Wakil Ketua Umum PDSI, Prof. dr. Deby Vinski, mengatakan, kami menolak adanya organisasi profesi tunggal. Sebab, dimanapun di dunia ini, monopoli atau tunggal itu selalu memiliki potensi sewenang-wenang. Untuk itu, semua tenaga kesehatan harus leluasa untuk memilih organisasi yang sesuai dengan kebutuhannya.
“Semua yang tunggal dan monopoli di bidang apapun itu bisa berlaku sewenang. Kalau kata ahli tata Negara, hanya Negara yang memiliki hak monopoli,” tegas Prof. Deby dalam Deklarasi Koalisi Tenaga Kesehatan Indonesia di Vinski Tower, Jakarta, belum lama ini.
Ketua Umum PDSI, Brigjen TNI (purn) dr. Jajang Edi Priyanto menyatakan, pihaknya menyambut baik keberadaan koalisi dari berbagai organisasi kesehatan untuk mendukung RUU Kesehatan. “PDSI tidak sendiri lagi, karena kami semua satu napas. Semoga upaya yang baik ini bisa menghadirkan suasana lingkungan kesehatan yang maju dan memberikan pelayanan kepada masyarakat,” kata dr. Jajang.
Menurut dr. Jajang, koalisi ini akan memberikan dukungan terhadap RUU Kesehatan yang segera dibahas di DPR. Sebab, dengan UU Kesehatan diharapkan pelayanan kesehatan yang terbaik. Dia mengingatkan, sekitar Rp 160 Triliun setiap tahun melayang ke luar Indonesia karena pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Untuk itu, dengan pelayanan kesehatan yang baik, maka devisa yang keluar itu akan terselamatkan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perkumpulan Apoteker Seluruh Indonesia (PASI) Brigjen Pol Mufti Djusnir, M.Si, Apt mengungkapkan sejauh ini belum ada undang-undang yang bisa mengayomi profesi apoteker dan dengan hadirnya UU Kesehatan diharapkan apoteker bisa lebih memiliki peran. Terkait produk impor, PASI berharap dengan hadirnya UU Kesehatan, apoteker bisa berkontribusi memberikan arahan agar tidak terjadi penyalahgunaan obat.