Desainer IFDC Sulap Kain Negeri Jadi Busana Kontemporer Nan Mewah
Jakarta– Di panggung fashion festival JF3 2024, Indonesian Fashion Designer Council (IFDC) kembali mengusung tema Kain Negeri. Kali ini, keindahan wastra Indonesia dihidupkan kembali melalui rancangan lima desainer muda, yaitu Adeline Esther, Rama Dauhan, Ria Miranda, Wilsen Willim, dan Yosafat Dwi Kurniawan.
Dalam konsistensinya mengusung tema Kain Negeri setiap tahun, IFDC kembali menampilkan inovasi wastra dalam wujud busana kontemporer di panggung mode JF3 2024. Berikut karya desainer dengan koleksi teranyarnya di panggung fashion festival JF3 di La Piazza Fashion Tent Summarecon Mall Kelapa Gading.
Adeline Esther
Adeline menarasikan cerita rakyat Keong Mas asal Kediri, Jawa Timur, dalam koleksi siap-pakai deluxe miliknya. Ia mengawinkan keindahan magis Batik Pekalongan dengan siluet modern dan drape, sebuah reinterpretasi gaya putri Jawa kuno dalam konteks masa kini. Sebagai pelengkap cerita, Adeline berkolaborasi desainer aksesori legendaris, Rinaldy A. Yunardi, untuk menciptakan clutch bag berbentuk Keong Mas dan anting-anting unik.
Rama Dauhan
Karya busana Rama Dauhan adalah reinterpretasi batik dalam konsep androgyny, terinspirasi dari hasrat para selir Keraton Surakarta terhadap pemberontakan peran gender dalam tatanan kerajaan. Dalam koleksi bertajuk “Gelora”, ia berkolaborasi dengan Rumah Batik Cempaka, produsen batik Surakarta yang masih mempertahankan metode membatik tradisional.
Ria Miranda
Koleksi Ria Miranda mempresentasikan kisah cinta Naito, mantan tentara Jepang, kepada tenun Garut. Kisah cinta yang abadi, meski Naito gugur dalam peperangan, namun rasa kasih sayangnya tertuang dalam warisan tenun dan sutra Garut yang dibudidayakannya kepada masyarakat sekitar. Siluet modern yang chic, dihiasi renda dan drapery, merefleksikan filosofi kasih sayang Naito, yang diwujudkan dalam keindahan tenun Garut.
Wilsen Willim
Dalam koleksinya bertajuk “Lintas Waktu”, Wilsen Willim berkolaborasi dengan kolektor dan pemerhati wastra, Chandra Satria, untuk mengangkat karya Maestro Tenun Sutera, Simon ‘Lenan’ Setijoko. Terinspirasi dari keahlian Lenan dalam mengolah kain tenun sutera liar dengan aksen sulam, batik, dan lukisan, Wilsen merancang delapan tampilan karya seni yang dapat dikenakan (wearable art). Meski dikenal dengan busana kontemporer siap pakai, kali ini ia ingin mengangkat wastra sebagai sebuah karya seni yang memiliki nilai tinggi di mata dunia.
Yosafat Dwi Kurniawan
Yosafat mempersembahkan keanggunan kain tradisional asal kampung halamannya dengan sentuhan budaya global. Koleksi ini diberi nama “Cantik Manis”. Teknik batik cap asal Pekalongan dan kemilau benang perak songket berharmoni melukiskan motif tribal dan bunga sakura. Ia menamakan inovasi motif ini sebagai Sakura Gerjak.