Standar Kesejahteraan Hewan yang Buruk Terjadi di Industri Budidaya Ikan Indonesia
PUAN.CO.ID – Penyelidikan yang dilakukan oleh Act For Farmed Animals dan We Animals Media mengungkap kondisi kesejahteraan yang buruk bagaimana proses ikan dibudidayakan, dijagal, dan dijual untuk pertama kalinya di Indonesia.
Gambar yang diambil menunjukkan kondisi yang tidak sehat dari budidaya nila, lele dan bandeng: terlihat ikan yang sakit dan mati sebelum waktunya, serta dibiarkan mengapung di kolam mereka.
Pada bulan Agustus tahun 2018 di Waduk Kedung Ombo, lebih dari 100 ton ikan nila mati. Para ahli mengatakan banyaknya jaring apung di bendungan dan jumlah makanan yang diberikan kepada ikan telah menyebabkan adanya peningkatan bakteri, racun, dan polusi air.
“Ikan terlihat hidup dalam kolam yang terlihat kotor dan para pembudidaya juga melaporkan adanya tingkat oksigen yang rendah, yang kemungkinan besar ikut menyebabkan masalah ini”, jelas Angelina Pane, Manajer Program Animal Friends Jogja, organisasi anggota Act For Farmed Animals.
Di pasar lokal dan tempat budidayanya, investigator menyaksikan beberapa ikan dikuliti dan dipotong saat masih sadar penuh. Ikan-ikan hidup diangkut di atas es ke toko-toko, sebuah praktik yang disepakati oleh para spesialis kesejahteraan hewan menyebabkan penderitaan kepada mereka. Studi ilmiah telah menyimpulkan bahwa es menyebabkan kejutan termal bagi para ikan, sebuah proses yang menyakitkan dan menegangkan yang membuat ikan tetap sadar dan sensitif terhadap rasa sakit untuk waktu yang lama.
Bagaimana menurut sains?
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa ikan memiliki kapasitas untuk merasakan rasa sakit, ketakutan, dan stres. Studi lain juga menunjukkan bahwa ikan adalah hewan yang cerdas, mampu melakukan interaksi, memiliki hierarki sosial dan bahkan merasakan emosi. Dokter dan ilmuwan hewan juga telah mempelajari banyak cara agar kualitas air, praktik budidaya dan penjagalan dapat ditingkatkan guna mengurangi penderitaan dan mencegah kondisi tidak manusiawi seperti yang didokumentasikan dalam penyelidikan ini.
“Sayangnya, ikan sering dianggap sebagai makhluk ‘yang kurang bisa merasakan’, karena orang-orang cenderung berpikir bahwa mereka tidak cukup cerdas atau sensitif. Para penjual dan pembudidaya ikan di Indonesia dapat mengadopsi langkah-langkah yang lebih baik yang direkomendasikan oleh para ahli kesejahteraan ikan,” ungkap Fernanda Vieira, yang merupakan PhD ilmu hewan dan perwakilan Sinergia Animal, anggota Act For Farmed Animals.
Penjualan ikan hidup-hidup
Para aktivis hewan mendesak para retailer untuk menghentikan penjualan ikan hidup-hidup. Retailer besar di Indonesia masih menjual ikan secara hidup-hidup, seringkali tanpa adanya standar kesejahteraan yang memadai. Mereka juga masih memelihara ikan dalam tangki kecil di toko mereka, “Padahal di dalamnya ikan-ikan hampir tidak bisa berenang dan mungkin mengalami rasa sakit, ketakutan, dan stres”, tambah Dr.Viera. Di salah satu supermarket, ikan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang membuat mereka sesak napas lalu dipukul kepalanya dengan palu.
“Kami mengundang konsumen Indonesia untuk membantu mengubah kenyataan ini.” ungkap Angelina. “Kita harus lebih menyadari betapa praktik industri saat ini merusak sanitasi, lingkungan, dan kesejahteraan hewan dan kita bisa mengambil tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah ini.”
Standar int ernasional untuk kesejahteraan bagi ikan sedang dikembangkan dan budidaya ikan tambak dapat meningkatkan kualitas air, mengurangi kepadatan ikan, dan menggunakan metode pemberian pangan yang lebih baik untuk mengurangi kematian dan penyakit. Mereka juga dapat mengadopsi teknik stunning (pemingsanan) ke dalam metode penyembelihan yang bisa mengurangi penderitaan.