
Seniman Asal Bukittinggi Jadi Pemenang POY 2024 Lewat Karya Seni Fragmentasi Gambaran Idealisme
Jakarta– Muhammad Yakin, seniman berusia 32 tahun asal Bukittinggi ini terpilih menjadi pemenang UOB Painting of The Year (POY) 2024 lewat karya seninya yang diberi judul “The Idol of Unmoved Uncaused Cause Mover”.
Ia pun mengungkapkan bagaimana membuat karya seni yang dibuat menggunakan tinta akrilik, tinta hitam musou, warna-warni dan daun emas di atas linen. Karyanya pun menarik hati, tentang bagaimana upaya individu modern dalam mencapai cita-cita yang dibentuk oleh beragam tokoh, ide, dan ideologi.
Yakin mengatakan, “Karya seni saya menekankan perjalanan menemukan identitas pribadi seseorang yang jarang sepenuhnya autentik, karena merupakan gambaran versi ideal dari pengaruh yang kolektif. Dengan berbagai arus informasi dan ide yang terus mengalir, identitas kita menjadi mosaik dari orang-orang yang kita kagumi, pelajaran yang kita lalui, dan dunia di sekitar kita.”
Melalui karya seni ini, saya berharap dapat mendorong publik untuk menerima kompleksitas pertumbuhan diri mereka, bahwa kepribadian seseorang akan melalui proses berkembang yang dibentuk oleh orang-orang di sekitar kita dan dunia yang kita jalani.
Hendra Gunawan, President Director, UOB Indonesia, mengatakan, “Selamat kepada Yakin atas prestasinya meraih penghargaan tertinggi dalam UOB POY ke-14 di Indonesia. Perkembangan beliau sebagai seniman selama kompetisi ini merupakan bukti komitmen dan dedikasi dalam bidang seni dengan memupuk kreativitas dan mengembangkan bakat artistik.”
Seni Indonesia dan Asia Tenggara memiliki tempat unik dalam mencerminkan sejarah, budaya, dan aspirasi kita bersama, untuk itu, UOB Indonesia bangga dapat mendukung komunitas seni yang berkembang di wilayah ini, menyediakan platform bagi seniman pendatang baru dan profesional untuk menceritakan kisah mereka, menginspirasi orang lain, dan berkontribusi terhadap masa depan seni yang cerah.
“Kami senang melihat peningkatan kualitas dan kuantitas karya yang diikutsertakan dalam kompetisi setiap tahunnya. Karya-karya luar biasa para seniman ini telah menjadikan kompetisi tahun ini sebagai selebrasi atas bakat seni dan inovasi, dan kami berharap dapat menyaksikan kontribusi berkelanjutan mereka sepanjang karier seni mereka,” ujar Hendra Gunawan.
Adapun panel juri UOB POY (Indonesia) ke-14 terdiri dari Melati Suryodarmo, Ketua Juri dan artis pertunjukan Dr Agung Hujatnika, kurator seni independen dan pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung dan Bapak Heri Pemad, pendiri Art Jog, Artina dan Art Bali.
Melati menuturkan, “Yakin menggabungkan pengalaman pribadinya dengan refleksi mengenai perkembangan dunia saat ini, menciptakan komposisi pengetahuan dan wawasan yang seimbang. Kemajuannya sebagai seorang seniman terlihat jelas, mulai dari memenangkan UOB Most Promising Artist of the Year 2019 hingga kini mendapatkan gelar pemenang UOB POY 2024. Ia juga menunjukkan kemampuannya bereksperimen dengan media yang berbeda, meningkatkan kompleksitas dan kekayaan karya seninya. Kemampuannya dalam memadukan beragam referensi dalam karyanya membuat para juri memilih dia sebagai pemenang tahun ini.”
Sebagai pemenang utama kompetisi UOB POY (Indonesia) ke-14, Yakin akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp250 juta. Karya seninya akan bersaing dengan karya pemenang dari Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam dalam UOB Southeast Asian POY Award, yang akan diumumkan pada 13 November 2024 di Singapura. Yakin juga berkesempatan untuk mengambil bagian dalam program residensi di luar negeri yang disponsori UOB.
Tak hanya itu, untuk kategori Emerging Artist, Bawana Helga Firmansyah, seniman berusia 21 tahun asal Jawa Barat, meraih penghargaan 2024 UOB Most Promising Artist of the Year (Indonesia) atas lukisannya yang berjudul “Catatan Belakang (Backnote)”.
Karya tersebut dengan cerdas mengangkat persoalan feodalisme yang masih membekas dalam struktur sosial Indonesia. Melalui kolase buku yang dibubuhi gambar arang dan pastel, Helga menggali kembali dokumentasi sejarah yang kerap terjebak dalam romantisme revolusi kemerdekaan. Karya ini berbicara secara tidak langsung mengenai hubungan kompleks antara kolonialisme, feodalisme, dan militerisme.