Mursia Zaafril Ilyas
Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Koperasi Indonesia yang Pernah Dipenjara
Pada tahun 1970-an, ibu-ibu di Malang, Jawa Timur, sudah mengenal arisan. Berbeda dengan arisan yang biasa dikenal sekarang, di mana para perempuan saling berkumpul untuk mengumpulkan uang dan bergosip, arisan pada zaman itu menjadi ajang untuk membahas topik penting. Gerakan arisan ini diprakarsai oleh seorang perempuan bernama Mursia Zaafril Ilyas.
Mursia bersama 17 perempuan lainnya mengadakan pertemuan paling tidak sebulan sekali untuk membahas segala permasalahan. Topik yang biasa muncul adalah pemberdayaan perempuan dan bagaimana perempuan bisa mandiri secara ekonomi. Selain itu, mereka juga sering membahas masalah keuangan yang sedang mereka hadapi. Misalnya, harus mengeluarkan uang banyak untuk anaknya yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Melihat para anggota arisan tersebut sering mengalami masalah keuangan untuk memenuhi hal mendesak, Mursia pun memiliki ide untuk mengubah kelompok arisan ini menjadi perkumpulan simpan pinjam. Setelah menghadapi berbagai pro dan kontra, akhirnya Mursia berhasil mewujudkan sebuah perkumpulan simpan pinjam bernama Setia Budi Wanita.
Perkumpulan tersebut kemudian disebarkan ke perempuan-perempuan lainnya. Perempuan lain juga boleh membentuk kelompok sendiri apabila berhasil menghimpun 10 orang anggota. Ternyata, antusiasme para perempuan terhadap perkumpulan ini cukup besar.
Pada 1977, Mursia memiliki gagasan baru yaitu meningkatkan perkumpulan pra-koperasi tersebut menjadi sebuah koperasi. Dirinya mengaku memang sudah tertarik dengan koperasi sejak remaja. Menurut Mursia, rakyat bisa bergantung ke koperasi karena koperasi tidak pernah meninggalkan rakyat. Begitulah nilai yang Mursia percaya dan pegang teguh dalam pelaksanaannya.
Gagasan wanita kelahiran Pamekasan, Madura, tersebut mendapat tanggapan positif dari anggota pra-koperasi. Setelah mempersiapkan berbagai syarat-syarat yang diperlukan, akhirnya Koperasi Serba Usaha (KSU) Setia Budi Wanita Malang resmi berdiri pada 30 Desember 1977. Dokumen badan hukum koperasi yang beralamat di Jl. Trunojoyo, Malang, Jawa Timur, ini ditandatangani langsung oleh Menteri Koperasi saat itu, Bustanil Arifin.
Awalnya, KSU Setia Budi Wanita Malang dapat berkembang dengan baik dari segi organisasi maupun usaha. Sistem tanggung renteng yang dicetuskan Mursia menjadi landasan dasar operasional koperasi ini. Di dalam sistem tanggung renteng, para anggota koperasi bersama-sama bertanggung jawab atas segala kewajiban atau risiko hutang yang diperbuat oleh seseorang atau beberapa orang anggota koperasi.
Walaupun begitu, bukan berarti perjalanan usaha KSU Setia Budi Wanita Malang terus berlangsung mulus. Pada 1982, koperasi ini sempat bangkrut. Beruntung, koperasi bisa dibangkitkan kembali dengan bantuan dari Bank Indonesia dan kekuatan sistem tanggung renteng.
Sistem tanggung renteng pun tetap populer hingga kini. Sistem ini telah diterapkan di lebih dari 45 koperasi wanita di Jawa Timur dan 200 koperasi wanita di provinsi lainnya yang tergabung dalam Induk Koperasi Wanita. Mursia pun dikenal sebagai Ibu Koperasi Indonesia.
Perjalanan Mursia sebelum jadi ibu koperasi
Marsia lahir di Pamekasan, 5 Januari 1925. Mursia remaja menempuh pendidikan di Yogyakarta dan aktif di berbagai organisasi. Perempuan yang menguasai tiga bahasa asing ini pernah bertemu dan berguru langsung dengan tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Syahrir. Bahkan, Sutan Syahrir pernah merekomendasikan dan memberi surat tugas kepada Mursia untuk bekerja sebagai sekretaris pribadi Bung Karno di Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Pada 1948, Mursia pulang ke Madura karena melihat kondisi keamanan negara sudah mulai kondusif. Namun, tiba-tiba ia mendapat undangan dari Dinas Intelijen Belanda untuk mengikuti interogasi. Setelah menjalani interogasi, Mursia yang saat itu baru berusia 23 tahun dimasukkan ke dalam penjara Kalisosok di Surabaya sebagai tahanan politik selama satu bulan. Alasan penangkapannya tidak diketahui dengan jelas.
Setelah bebas, ia menikah dan pindah ke Malang. Di Malang, Mursia aktif mengadakan perkumpulan dengan ibu-ibu lainnya. Melalui perkumpulan informal ini, ia ingin memberi pembinaan bagi para perempuan. Belajar dari Bung Hatta, Mursia percaya bahwa pembinaan dan perubahan harus dimulai dari tingkat rumah tangga, kelompok, komunitas, organisasi, baru ke negara. Perkumpulan ini berlangsung pada 1954 hingga 1963.
Perkumpulan ini harus vakum pada 1964 karena Mursia kembali masuk penjara. Kali ini ia ditahan di balik jeruji Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur. Mursia dituduh melakukan mobilisasi politik yang dapat mengganggu ketertiban umum. Partai Komunis Indonesia (PKI) juga menuduh Mursia yang merupakan anggota PSI sebagai anti-Soekarno.
Dari LP Cipinang, dirinya dipindahkan ke penjara Bukit Duri Jakarta. Setelah bebas dari penjara tanpa proses peradilan, Mursia pindah ke Malang untuk menjauhi partai politik dan fokus mengaktifkan kembali perkumpulannya. Pada 1976, Mursia bersama 17 perempuan lainnya yang sebagian besar merupakan istri dokter mulai aktif berkumpul lagi. Kelompok ini lah yang menjadi kelompok arisan dan cikal bakal KSU Setia Budi Wanita Malang.
***
Kredit foto: sbwmalang.com