Likas Tarigan
Likas Tarigan, Perempuan Pejuang dari Tanah Karo
Nama Djamin Gintings atau lengkapnya Djamin Ginting Suka adalah pahlawan kebanggaan masyarakat Karo. Bahkan, Derom Bangun dalam Derom Bangun: Memoar “Duta Besar” Sawit Indonesia, menyebutkan bahwa sosok Djamin Gintings sudah diakui dan dibanggakan warga Karo sebagai seorang bapaknya orang Karo.
Djamin lahir di Desa Suka, Tanah Karo, pada 12 Januari 1921. Djamin kecil bisa mengenyam pendidikan Belanda karena posisi orang tuanya sebagai seorang penghulu desa bernama Lantak Ginting Suka.
Djamin dewasa lebih suka menyingkat namanya menjadi Djamin Gintings. Dia merintis kariernya di dunia militer dan menghabiskan hampir separuh hidupnya dalam seragam tentara. Pada perjuangan kemerdekaan Indonesia, Djamin ikut memegang senjata dan bergerilya.
Djamin pernah menjadi panglima Bukit Barisan hingga perwira tinggi di Markas Besar TNI AD. Ia juga merupakan seorang duta besar yang kepemimpinannya menonjol dan di hargai. Djamin Gintings bahkan sempat diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kanada.
Namun di balik nama besar Djamin Gintings itu juga ada sosok Likas boru Tarigan. Sang istri dari pahlawan nasional dan perempuan hebat Indonesia. Perjuangan Djamin juga tak lepas dari kehebatan Likas.
Likas Tarigan adalah perempuan kelahiran sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Likas lahir pada 13 Juni 1924. Kiprah Likas tidak sebatas sebagai istri Djamin Gintings saja, tetapi lebih luas dari itu.
Masyarakat Karo mengenalnya sebagai Ibu Pendidikan Tanah Karo. Likas menjadi perempuan pertama asal Karo yang duduk di kursi parlemen sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Likas mendampingi Djamin di masa perang saat suaminya itu harus jatuh bangun memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Likas juga terus menggerakan roda pendidikan, padahal saat itu sebagian besar perempuan Indonesia telah menyerah untuk dapat mengenyam pendidikan.
Dalam biografi Likas, sang anak Riahna Djamin Ginting menyampaikan bahwa perjuangan ibunya itu adalah kebanggan dan panutan bagi mereka. Likas merupakan simbol perempuan gigih dengan semangat kerja besar.
Likas selalu percaya bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini. Kepercayaan itu yang membentuk tekad besarnya untuk berjuang bagi Indonesia. Likas juga selalu berpikir maju untuk melawan kegentaran dengan ketegaran dalam menghadapi setiap tantangan.
Likas kecil bercita-cita menjadi seorang guru. Likas mengenyam pendidikan di Sekolah Guru Wanita, Normal School di Padang Panjang. Pendidikannya ini ditempuh dengan perjuangan panjang karena tantangan ekonomi di keluarganya.
Ibunda Likas sendiri pun tidak menyetujui dirinya untuk menempuh pendidikan tinggi. Namun, sang kakak meneguhkan hatinya untuk menjadi perempuan yang terdidik. Pada usia 13 tahun, Likas pun tetap berangkat.
Likas berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1941. Dengan ijazah guru, Likas ditempatkan bertugas di Pangkalan Brandan, Langkat, Sumatra Utara. Selama kariernya sebagai guru, Likas aktif dalam berbagai organisasi. Dia mengedepankan pembahasan tentang kemajuan-kemajuan kampuang halaman dan nasib perempuan Karo. Likas sebetulnya prihatin karena masa depan perempuan Karo tak jauh dari bekerja di ladang, dapur, dan mengurus anak saja.
Padahal, perempuan tentu saja punya mimpi dan cita-citanya sendiri. Likas pun maju menyatakan dukungannya untuk perempuan Karo menempuh pendidikan. Likas mengimbau bagi para pemuda atau calon suami untuk membuka kesempatan bagi para perempuan untuk maju. Di masa itu, gerakan perempuan memang masih terbatas dengan izin dari ayah, kakak laki-laki atau suaminya.
Saat menjadi guru dan memperjuangan peran perempuan itu juga, Likas bertemu dengan Djamin. Awalnya, hubungan mereka tidak baik karena Djamin yang menantang pandangan maju Likas. Namun, lama-lama, hati keduanya pun meleleh dan muncul rasa cinta. Likas dan Djamin saling surat menyurat setelah Djamin dipindah tugaskan dalam karier militernya. Mereka berdua akhirnya pun menikah pada 29 Juli 1945.
Perjuangan Likas sebagai guru sempat mendapat cobaan besar dari penjajah Jepang. Di samping mengajar, guru-guru saat itu juga disuruh untuk membersihkan kebun sekolah. Akan tetapi, kesedihan ini berakhir ketika Jepang menyerah dan Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan.
Pada 1946, Likas juga pernah memperjuangkan kebebasan Djamin yang ditangkap oleh sekutu di Medan. Likas pergi ke kota itu hingga akhirnya suaminya berhasil dibebaskan. Sepanjang karier Djamin yang terus berpindah-pindah, Likas juga selalu setia mendampingi pria itu sambil terus meneruskan perjuangannya sendiri.
Saat Djamin bertugas di Aceh sebagai Komandan Resimen, Likas membuka sekolah untuk pengungsi yang datang dari Toba dan Karo ke Aceh. Dia membentuk tim guru untuk mengajarkan anak-anak pengungsi membaca, menulis, dan berhitung.
Likas juga aktif membantu ketika Resimen Djamin dipindahkan tugasnya ke Macan Kumbang. Djamin saat itu membuka Rumah Sakit Tentara yang melayani penduduk serta anggota militer. Rumah sakit itu juga punya poliklinik, laboratorium, dan kamar bedah sendiri.
Likas bersama para istri tentara lainnya membentuk organisasi Persatuan Keluarga Tentara. Likas bertindak sebagai ketua dan mendirikan sekolah dasar pada 1948. Sekolah ini membuka kursus bahasa Inggris untuk siswa-siswinya.
Likas maju sebagai anggota MPR setelah wafatnya Djamin di tahun 1974.
Likas tak pantang menyerah. Bahkan ketika sang suami harus dipanggil lebih dahulu menghadap Yang Maha Kuasa. Dia tetap aktif membantu masyarakat Karo. Kariernya di MPR ada dalam dua periode, yaitu tahun 1978-1983 dan 1983-1988.
Likas juga memprakarsai Persatuan Wanita Karo pada 1956 untuk menolong warga setempat yang terkena musibah hingga mengadakan upacara pernikahan. Organisasi ini adalah cikal bakal dari Himpunan Masyarakat Karo Indonesia yang diresmikan pada 1995. Himpunan Masyarakat Karo Indonesia bergerak lebih luas tanpa membedakan gender. Anggotanya bersatu untuk saling bantu membantu dan memajukan Tanah Karo yang begitu mereka cintai.
Cerita perjuangan Likas ini juga sudah tertuang dalam berbagai buku biografi. Terbaru, perjuangan Likas dan Djamin Gintings menjadi sumber inspirasi film Indonesia berjudul 3 Nafas Likas keluaran 2014. Likas diperankan oleh artis papan atas Tanah Air Atiqah Hasiholan dan filmnya disutradarai oleh Rako Prijanto. Kisah hidup Likas memang begitu mengesankan. Tak heran bila dirinya mendapatkan penghargaan besar dari masyarakat Karo. Tekad kuatnya turut membangun kampung halamannya.
***
Kredit visual: satuharapan.com