Mengenal Literasi Keuangan Sejak Usia Dini
Jakarta– Orang tua perlu memberikan pengertian penggunaan uang dengan bijak, membedakan mana kebutuhan dan keinginan kepada anak. Dengan demikian, anak bisa mulai belajar literasi keuangan sejak usia dini.
Menurut Psikolog, Pendidik sekaligus Pendiri Sekolah Cikal Najeela Shihab, belajar mengelola uang sejak kecil bisa dilakukan dengan yang sederhana, misalnya ajari anak cara menabung dan memberi tahu mana barang yang menjadi kebutuhan dan mana keinginan.
“Rendahnya literasi keuangan bukan sesuatu mengagetkan. Kita lihat bahkan kemampuan literasi dan numerasi anak Indonesia di semua jenjang masih rendah. Juga kesenjangan berdasarkan latar belakang keluarga yang masih tinggi. Ini yang selalu terpinggirkan, terutama di kelas sosial-ekonomi bawah masalah literasi selalu tertinggal,” jelas Najeela Shihab dalam UOB Media Literacy Circle di Jakarta, Rabu (24/4).
Najeela menuturkan, di tengah rendahnya indeks literasi masyarakat, justru akses terhadap layanan keuangan semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan gap antara literasi dan inklusi semakin tidak terkejar.
“Kita punya akses yang tidak terbatas, tetapi kesiapan setiap individu untuk mendapatkan manfaat optimal tidak ada. Ini tidak hanya literasi keuangan saja, literasi digital juga. Kemampuan untuk mengoptimalkan teknologi belum setinggi yang diharapkan. Kualitas hubungan dalam keluarga sangatlah menentukan kemampuan seseorang untuk punya literasi yang baik,” ungkap Najeela.
Sebagai contoh, lanjut Najeela, penting bagi orang tua mapun pasangan terbuka untuk masalah keuangan di rumah tangga. Kadangkala hal ini dianggap tabu, sehingga kurangnya keterbukaan antar pasangan justru berdampak pada masalah keuangan yang tidak terkontrol.
“Karena itu, penting bagi pasangan terbuka berbicara masalah keuangan di keluarga. Anak mau sekolah dimana, ini perlu komitmen jangka panjang. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk pendidikan anak, namun balik lagi semua sesuai kemampuan,” jelasnya.
Komunikasi dan keterbukaan orang tua sangat membantu agar anak nantinya tidak mengalami masalah putus sekolah. “Saat ini yang terjadi orang tua tidak saling terbuka, ujung-ujungnya ada masalah ekonomi lari ke pinjol. Sebaiknya, sesuaikan pendidikan anak sesuai kemampuan, sehingga kelak tidak lagi ada masalah anak putus sekolah maupun bermasalah dengan pinjol,” ujarnya.
Untuk mendukung terciptanya budaya keuangan yang sehat, UOB Indonesia gencar menggelar kegiatan-kegiatan edukasi yang berfokus pada peningkatan literasi dan inklusi keuangan, terutama bagi generasi muda Indonesia. Literasi keuangan dilihat masih menjadi persoalan fundamental untuk membangun budaya keuangan yang sehat, termasuk perencanaan keuangan dan perkiraan keuangan yang dibutuhan, hingga agar terhindar dari jeratan pinjaman online (pinjol) ilegal.
Head of Strategic Communication and Brand UOB Indonesia Maya Rizano mengatakan, peningkatan literasi untuk generasi muda menjadi sesuatu yang sangat penting, terutama bagaimana menjaga ketahanan finansial mereka. Apalagi jika melihat saat ini banyak gen Z dan milenial atau yang berusia 19 hingga 34 tahun berkontribusi besar terhadap tingginya kredit macet di pinjaman online hingga lebih dari Rp 700 miliar.
“Kegiatan edukasi seperti ini sangat diperlukan sebagai wadah yang dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai aspek-aspek seputar industri keuangan, yang nantinya dapat menjadi pendukung dalam menggerakan perekonomian Indonesia. Untuk itu butuh peran dari berbagai pihak agar para generasi muda kita dapat melakukan perenanaan keuangan yang matang dan berkelanjutan,” kata Maya.
Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret berpesan agar masyarakat tetap mengedepankan prilaku yang baik dalam perencanaan keuangan seperti tidak merubah lifestyle ketika pendapatan bertambah, dan senantiasa disiplin dalam melakukan savings. Selain itu, masyarakat juga perlu mencatat pengeluaran untuk mengetahui spending habits-nya.